August 20, 2025

[Review] Tokyo Ghoul: re Call to Exist

Tokyo Ghoul, bisa dibilang merupakan salah satu manga/anime yang memiliki jalan cerita menarik serta pengembangan karakter yang kuat. Hal ini pulalah yang menjadikannya salah satu manga/anime yang sangat direkomendasikan bagi orang-orang yang mulai tertarik dan ingin terjun menikmati manga ataupun anime.

Kesuksesannya tersebut tentu saja merupakan hasil kerja keras sang mangaka Sui Ishida, yang berhasil membuat formula menarik mengenai penggambaran bagaimana rasanya jika di sebuah lingkungan perkotaan Tokyo hidup makhluk bernama Ghoul yang siap memangsa manusia kapan saja. Mereka juga hidup membaur dengan manusia dan rasanya sulit untuk dikenali jati diri aslinya.

Menariknya perspektif cerita juga tidak hanya dikisahkan dari sudut pandang manusia saja, namun juga para Ghoul yang nyatanya tidak bisa menahan rasa lapar mereka ketika melihat bangsa manusia. Selain itu, mereka juga tidak bisa mengkonsumsi makanan pada umumnya sehingga membuatnya tersiksa harus hidup menahan diri ditengah lingkungan yang penuh dengan manusia. Karena jika mereka tidak bisa mengendalikan rasa laparnya dan menyerang manusia secara membabi-buta, nyawa mereka juga akan terancam karena adanya pihak penyelidik yang bertugas untuk membasmi para Ghoul.

Cerita kompleks yang begitu mendalam inilah yang akhirnya mengilhami Bandai Namco untuk mengembangkan adaptasi video gamenya berjudul “Tokyo Ghoul: re Call to Exist”. Sayangnya, langkahnya kali ini rasanya kurang mampu dieksekusi dengan baik. Game ini sangat terkesan dikembangkan secara terburu-buru tanpa mempertimbangkan formula yang tepat untuknya. Mengapa demikian? Penulis akan mengulasnya dalam review kali ini!

Eksekusi Story Mode yang Setengah-Setengah

TOKYO GHOUL:re CALL to EXIST_20191125133728

Seperti halnya game adaptasi serial animanga lainnya Tokyo Ghoul: re Call to Exist mengambil format yang serupa pada story mode-nya. Dimana, pihak developer menceritakan kembali jalinan kisah dari animenya dengan cara mengambil potongan cerita penting dan membuatnya jadi skenario utama pada game ini. Sayangnya Bandai Namco nampak kurang serius dalam menggarapnya kali ini.

Game ini tidak menceritakan keseluruhan arc yang ada dari semua season-nya dan cenderung hanya menskip bagian cerita yang dianggap penting saja. Orang-orang yang belum pernah menonton serial animenya dan berekspektasi akan medapatkan pemahaman mengenai jalan cerita keseluruhan lore Tokyo Ghoul dengan hanya memainkan game yang satu ini mungkin akan keliru dan cenderung bingung dengan banyaknya plothole yang tidak diceritakan dalam game ini.

Selain itu, alih-alih membuat ulang semua cutscene menggunakan in-game engine, mereka malah memutuskan untuk mengambil potongan gambar berisi dialog antar karakter dari serial animenya sebagai cutscene pada game ini. Tidak hanya itu saja, pada saat memasuki sesi gameplay-nya juga interaksi antar karakter disuguhkan hanya dengan tampilan teks minim dialog saja. Maka dari itu buat para fans yang mengharapkan momen-momen epik yang terjadi di animenya diadaptasikan kedalam game ini, rasanya mungkin akan kecewa jika mememainkannya sendiri.

Formula Gameplay Terasa Repetitif

TOKYO GHOUL:re CALL to EXIST_20191119185116

Untuk sebuah game action adventure, Tokyo Ghoul: re Call to Exist kurang mampu memberikan pengalaman yang memuaskan. Kita akan berperan sebagai sang karakter utama Kaneki Ken seorang manusia setengah Ghoul yang perlahan namun pasti kemampuan pengendalian kekuatannya semakin terasah sepanjang permainan.

Disatu sisi, game ini memang mampu mengimplementasikan beberapa kekuatannya yang bisa langsung kita akses untuk melawan para Ghoul ataupun investigator (CCG) diawal permainan, namun semakin kesini kemampuan dasarnya tidak berubah sama sekali membuat gameplay-nya terasa repetitif. Begitupun dengan karakter lain, menyesuaikan dengan jalan cerita utama nantinya kita akan menggunakan karakter lain yang tentunya memiliki kemampuan berbeda dengan Kaneki. Namun lagi-lagi setelah beberapa saat kemudian sistem kombat yang sama akan membuatnya terasa repetitif.

Tiap area yang kita lalui juga memiliki formula yang sama, yaitu menelusuri area menyerupai lorong atau koridor, bertarung melawan kerumunan musuh, mencari jalan keluar, lalu terakhir melawan boss begitu terus menerus yang mungkin saja akan membuat sebagian orang akan terasa bosan dengan formula yang monoton tersebut.

Animasi Kaku dan Sistem Kamera yang Mengganggu

TOKYO GHOUL:re CALL to EXIST_20191125133105

Untuk ukuran sebuah game yang rilis di konsol next gen, pihak developer juga rasanya kurang memoles pergerakan tiap karakternya dengan baik. Alhasil animasi gerakan tiap karakternya baik katika berlari maupun menyerang terasa sangat kaku. Belum lagi sistem navigasi kameranya yang  terbilang buruk, membuat beberapa player mungkin saja akan frustasi ketika dihadapkan pada pertarungan sengit atau saat berarung diarea yang sempit.

Kualitias Visual yang Keren

TOKYO GHOUL:re CALL to EXIST_20191125153051

Game ini hadir dengan kualitas visual yang keren, seperti biasanya Bandai Namco mampu mengimplementasikan teknik Cell-Shading pada setiap game adaptasi anime garapannya. Begitupun dengan Tokyo Ghoul: re Call to Exist darimulai tampilan karakter hingga efek serangan mampu merepresentasikan tampilan animenya dengan baik. Sayangnya hal tersebut tidak berlaku pada environment atau lingkingan sekitar, area yang cenderung menyerupai lorong atau koridor di tiap stage-nya membuatnya terasa kurang terpoles dan semakin memperlihatkan kesan sangat terburu-buru saat pengembangannya.

Multiplayer untuk Para Fans

TOKYO GHOUL:re CALL to EXIST_20191122170016

Game ini juga memiliki fitur multiplayer yang memungkinkanmu berperan sebagai Ghoul, Qunx, ataupun CCG konsepnya sendiri yaitu Survival battle. Pada mode ini kamu diharuskan untuk membuat karakter utamamu sendiri lalu memilih class yang diinginkan anatara Ghoul, Qunx, ataupun CCG. Setelah itu kamu akan tergabung bersama player lain dalam satu tim berjumlah 4 orang dan harus berjuang mengalahkan tim lain hingga babak akhir untuk medapatkan predikat ranking pertama. Bisa dibilang fitur ini merupakan salah satu fitur pelengkap yang mungkin saja ditujukkan untuk para fans dari Tokyo Ghoul, mengingat kita diberi kebebesan untuk membuat karakter Ghoul, Qunx, ataupun CCG idaman sendiri dan bisa digunakan untuk bertarung melawan player lain diseluruh dunia.

Kesimpulan

tg1

Tokyo Ghoul: re Call to Exist bisa dibilang merupakan salah satu game adaptasi anime yang kurang dipoles dengan matang oleh pihak developer. Eksekusi story mode yang setengah-setengah membuat konsep cerita menarik dari serial manga maupun animenya tidak termanfaatkan dengan baik. Apalagi banyaknya cerita yang di skip membuat game ini tidak cocok untuk dimainkan oleh para gamer yang sama saekali tidak familiar dengan Tokyo Ghoul.

Formula gameplay yang repetitif juga mencederai game yang satu ini, belum lagi animasi gerakan tiap karakter yang terasa kaku serta sistem kamera yang mengganggu membuatnya sulit untuk dinikmati dalam waktu yang lama. Walaupun memiliki tampilan visual yang lumayan keren namun hal tersebut tidak berlaku pada environment atau lingkingan sekitar yang cenderung terlihat membosankan.

Namun khusus untuk para fans, kehadiran mode multiplayer-nya mungkin saja akan sedikit mengobati kekurangan yang ada pada game ini karena lewat mode ini kita diberi kebebesan untuk membuat karakter Ghoul, Qunx, ataupun CCG idaman sendiri dan bisa digunakan untuk bertarung melawan player lain diseluruh dunia.

Yandi Nurdiansyah

Read Previous

Seorang Gamer Telah Menggugat Temannya Sendiri di Justice Online karena Karakternya Dijual Murah

Read Next

Final Fantasy VII Remake Lepas Segudang Screenshot dan Key Art Baru

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *